Omku, Motivasiku


sergapntt.com – Aku sedang duduk tenang menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan besok, tiba-tiba saja si Oom memulai percakapan yang gak diduga-duga. Oom meminta pas foto aku, lalu dia bilang sudah punya pas foto adik-adik aku dan mama aku. Katanya buat disimpan di dompet, untuk kenang-kenangan. ”Ini mamanya waktu muda, ini anak-anaknya.”
Entah mengapa, rasanya aku jadi ingin memeluk beliau tapi semuanya gak aku lakukan karena Oom termasuk orang yang kaku, jadi aku merasa segan. Akhirnya aku hanya menyerahkan pas fotoku yang terbaik sambil tertawa. Oom menunjukkan foto-fotonya di masa lalu. Aku mengamati sesuatu, dia hanya menginginkan foto hitam-putih. Entah kenapa aku jadi ingin menangis. Aku buru-buru lari ke kamar, pura-pura membereskan kamar tapi sebenarnya aku menangis sejadi-jadinya.
Usia Oom hampir sama dengan umur Indonesia. Dari Oom, aku belajar banyak hal. Politik adalah topik yang paling disukai Oom, tetapi dia juga asyik diajak bicara tentang lingkungan hidup, seni, budaya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kuliner. Oomku jago memasak, aku paling suka kacang kecap dan kulit singkong tumis oncom buatannya. Tidak ada yang bisa mengalahkan, bahkan restoran seperti Nasi Bancakan sekalipun.
Meskipun orangnya kaku, galak, dan kadang-kadang suka kasar tetapi kasih sayang yang dimilikinya luar biasa besar. Oom sudah seperti ayah buatku, bukan ayah kedua, bukan ayah pertama, aku tidak ingin meranking dan membanding-bandingkan dengan ayah kandungku sendiri. Dua-duanya orang yang hebat buatku dan rasa sayangku kepada mereka sama besarnya meskipun kadang-kadang sulit aku menunjukkan rasa sayangku kepada beliau. Rasa segan yang menjadi penghalangnya.
Oom telah menjadi bagian dari keluarga kami sejak aku baru lahir. Beliau memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan memilih menemani mamaku yang kala itu sedang hamil aku dan sering ditinggal papa yang hampir setiap hari mengurusi pekerjaannya di luar daerah. Pengorbanannya sangat besar, karir yang sedang menanjak di tempatnya bekerja, dia tinggalkan. Pertimbangannya karena kasihan sama mamaku (bungsu, satu-satunya anak perempuan dari 7 bersaudara, nenek dan kakek meninggal ketika mama masih usia sekolah). Beliau tidak percaya kalau pekerjaan rumah diurus pembantu. Jadi si Oom-lah yang akhirnya turun tangan sendiri membantu mama mengurus rumah tangga.
Oom selalu ada buat aku. Pengalaman yang tak mungkin terlupakan adalah ketika aku kelas 2 SD. Usaha papaku bangkrut karena ditipu orang, aku masuk rumah sakit karena tipes, adikku masih kecil, kemudian rumah, mobil, harta kami semua disita bank. Ketika saudara-saudara yang lain seolah-olah menuduh, menyalahkan atau bahkan tidak peduli sama sekali, Oom tetap ada bersama keluarga kami. Menghadapi semua masalah yang seharusnya bukan menjadi tanggungannya. Masih segar di ingatan, bagaimana setiap hari dia menemaniku di rumah sakit, menangis untuk aku, berdoa untuk aku. Oom jugalah yang mengajariku untuk tegar menghadapi kehidupan.
Oom ada ketika mamaku melahirkan aku maupun kedua adikku. Semua dari kami telah merasakan kasih sayangnya, didikannya, dan belajar banyak nilai-nilai dari beliau. Darinya, aku belajar untuk mencintai NTT, meskipun kami bukan orang asli NTT. Darinya, aku belajar untuk selalu berusaha menimba pengetahuan sebanyak-banyaknya. Darinya, aku belajar untuk membiasakan diri membaca koran. Sesuatu yang dulunya menurutku membosankan. Darinya, aku belajar untuk berpikir kritis. Darinya, aku belajar bahwa kita harus menempatkan Tuhan sebagai yang nomor satu di dalam hidup kita. Darinya aku belajar bahwa perempuan harus menghargai diri sendiri dengan salah satu cara yaitu berpakaian sopan. Darinya aku belajar bahwa menyayangi berarti bersedia berkorban.
Meskipun, kadangkala kata-katanya kasar dan agak menyakitkan hati tetapi aku tahu semuanya itu hanyalah ekspresi dari rasa sayang. Perwujudan dari rasa peduli dan khawatir kepada kami, keponakan-keponakannya.
Aku benar-benar tidak sanggup menuliskan semua kebaikannya satu per satu, terlalu banyak. Setiap hari selalu ada saja pengorbanannya buat keluarga kami. Sekarang usia Oom sudah lanjut. Wajahnya sudah jauh berbeda bila dibandingkan dengan wajahnya ketika aku masih SD, ketika Oom-lah yang setia menjemput aku dari sekolah yang jaraknya cukup jauh dari rumah, ketika Oom yang memperkenalkanku kepada enak dan lezatnya masakan Padang, ketika Oom mengajari aku untuk tidak sungkan-sungkan berinteraksi dan berbincang-bincang dengan sopir angkot. Sekarang Oom sudah tidak lagi mengantar-jemput aku. Oom lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, membaca Alkitab dan masih membantu pekerjaan rumah tangga.
Aku memperhatikan, kaki beliau yang dulu sangat kuat berjalan (dulu, aku sering diajaknya berjalan kaki menyusuri jalan-jalan setapak di Kupang, sambil diceritakannya sejarah tentang Kupang di masa lalu) sekarang sering bengkak dan tidak kuat berjalan. Wajahnya yang selalu segar, kini seringkali kudapati bengkak. Badannya juga sudah tidak kuat mengajariku push up. Sorot matanya juga telah berubah, aku seringkali melihat beliau tampak kelelahan. Beliau juga jadi sering mengeluh tentang kondisi badannya, tetapi selalu menolak diajak ke dokter. Beliau tidak suka dokter.
Entah mengapa aku tiba-tiba mengingat masa lalu seperti ini. Dan samar-samar, aku ingat, suatu hari beliau pernah berkata, ”Ingin melihat aku lulus sarjana, pakai toga lalu difoto bersama.” Kata-kata beliau itulah yang mulai kini akan menjadi penyemangatku. Meskipun aku merasa salah jurusan dan lain sebagainya, tetapi aku bertekad untuk menyelesaikan kuliahku dengan segera. Mulai sekarang tidak ada lagi kata-kata menyerah ataupun pindah jurusan. Cita-cita aku satu, aku ingin keinginan sederhana Oom tercapai.
By. JEVI

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.